"Batik Dua Muka Hermawan" "Batik Duplex LPL" is a PATENTED Batik Technique and Authentic Products from Indonesia...Expertise and specialized in Batik Indonesia

Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts

Monday, January 14, 2008

What is Batik?

Batik has been both an art and a craft for centuries. In Java, Indonesia, batik is part of an ancient tradition, and some of the finest batik cloth in the world is still made there.

Contemporary batik, while owing much to the past, is markedly different from the more traditional and formal styles. For example, the artist may use etching, discharge dyeing, stencils, different tools for waxing and dyeing, wax recipes with different resist values and work with silk, cotton, wool, leather, paper or even wood and ceramics.

Batik is historically the most expressive and subtle of the resist methods. The ever widening range of techniques available offers the artist the opportunity to explore a unique process in a flexible and exciting way..

Melted wax is applied to cloth before being dipped in dye. It is common for people to use a mixture of bees wax and paraffin wax. The bee's wax will hold to the fabric and the paraffin wax will allow cracking, which is a characteristic of batik. Wherever the wax has seeped through the fabric, the dye will not penetrate. Sometimes several colors are used, with a series of dyeing, drying and waxing steps.

1.Thin wax lines are made with a canting needle, a wooden handled tool with a tiny metal cup with a tiny spout, out of which the wax seeps. Other methods of applying the wax onto the fabric include pouring the liquid wax, painting the wax on with a brush, and applying the hot wax to precarved wooden or metal wire block and stamping the fabric.

2.After the last dyeing, the fabric is hung up to dry. Then it is dipped in a solvent to dissolve the wax, or ironed between paper towels or newspapers to absorb the wax and reveal the deep rich colors and the fine crinkle lines that give batik its character.

3.The invention of the copper block or cap developed by the Javanese in the 20th century revolutionised batik production. It became possible to make high quality designs and intricate patterns much faster than one could possibly do by hand-painting.

4.Indonesian batik used for clothing normally has an intricate pattern. The traditional ones carry natural colors while the contemporary ones have more variety of color. Some batik may be mystic-influenced, but very rarely used for clothing. Some may carry illustrations of animals and people.

5.Most traditional batik was mass-produced so a pattern would be made onto a stamp and printed directly onto the fabric. This is opposed to more recent batik artwork, where it is very much one artist and his own personal piece of work.



Reference:


  • Elliott, Inger McCabe. (1984) Batik : fabled cloth of Java photographs, Brian Brake ; contributions, Paramita Abdurachman, Susan Blum, Iwan Tirta ; design, Kiyoshi Kanai. New York : Clarkson N. Potter Inc., ISBN 0517551551
  • Fraser-Lu, Sylvia.(1986) Indonesian batik : processes, patterns, and places Singapore : Oxford University Press. ISBN 0195826612
  • Doellah, H.Santosa. (2003). Batik : The Impact of Time and Environment, Solo : Danar Hadi. ISBN 9799717310


Thursday, December 27, 2007

Penemu Batik Dua Muka (Batik Duplex) akan menerima Penghargaan MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) pada tahun 2008 Mendatang

Penemu sekaligus periset authentic Batik Dua Muka (Batik Duplex LPL) -patented technique and products , Bapak Ig. Hermawan Lim, akan menerima penghargaan MURI (Museum Rekor - Dunia Indonesia) pada tahun 2008 mendatang. Penghargaan ini telah disepakati dan akan dianugerahkan kepada beliau atas jasa dan dedikasinya dalam menemukan penemuan teknik duplex printing yang tidak hanya unik melainkan juga bermanfaat besar bagi dunia perbatikan INDONESIA. Setelah sekian lama, batik Indonesia terhambat kemajuannya, bahkan ironis diakui sebagai tradisi dan "item" dari negara-negara lain, Sekaranglah saatnya Batik Indonesia untuk MAJU dan membuktikan bahwa Batik memang Asli milik orang Indonesia.
Marilah kita berbangga bahwa teknik terserbut ditemukan oleh Warga Negara Indonesia.

Thursday, November 29, 2007

Gelar Batik Nusantara 2007 - JACC,Senayan- Jakarta-Indonesia

Inilah foto-foto yang saya dapatkan saat "hunting" Batik Duplex LPL di pameran GBN 2007 kemarin , cukup banyak juga stand bazaar yang menawarkan Duplex LPL..tapi ga ke foto semua nya hehe...

Komentar dan review saya terhadap Event ini yaitu : Top abies..n' INDO banget, banyak banget baju-baju keren yang bisa kita kreasikan dari batik-batik ini sendiri Unik dan Vintage deh..

~Batik Dua Muka Hermawan~



FX PUNIMAN

Ketika Malaysia dan Filipina sangat antusias mematenkan batik, Indonesia terkesan tenang-tenang saja. Mungkin hanya sedikit orang yang prihatin atas hal itu, termasuk di antaranya Hermawan. Dia mengenal batik nyaris sepanjang hidupnya dan tak ingin batik Indonesia justru dilupakan bangsanya sendiri.

Hermawan (50) akrab dengan batik karena dia adalah anak ketiga dari enam bersaudara pasangan Lim Tjie Liang dan Lie Siok Lee, pengusaha batik cap di daerah Karet Pedurenan, Jakarta Selatan, yang telah berusaha sejak puluhan tahun lalu. Setiap hari dia melihat bagaimana batik dibuat, baik batik cap maupun batik tulis, yang pengerjaannya bisa makan waktu sampai enam bulan.

Baginya, motif batik tak akan ada habisnya, seiring dengan kreativitas yang tanpa batas. Motif-motif batik klasik, kontemporer, ataupun motif klasik yang dimodifikasi di sana-sini terus berkembang. Namun, dia justru gelisah karena produksi batik yang berkualitas dalam jumlah banyak acap kali tak bisa memenuhi jadwal waktu pemesanan.

"Dari pengalaman mengelola usaha batik, saya melihat sering orang ingin memesan batik sekualitas batik tulis dalam jumlah banyak, tetapi kami tak mampu memenuhinya. Kalaupun dipaksakan, harganya terlalu mahal, dan tetap saja batik seperti itu tak bisa dibuat secara massal," tuturnya.

Ide untuk membuat alat yang bisa menghasilkan batik berkualitas setara batik tulis dalam jumlah banyak sudah muncul sejak dia mahasiswa pada Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung. Namun, setelah lulus sarjana tahun 1981, ia tak kunjung bisa mewujudkan idenya sebab harus membantu usaha batik keluarga yang dikelola oleh kakaknya, Lim Pek Lam.

Di waktu luang, Hermawan bereksperimen membuat alat yang bisa menghasilkan batik sekualitas batik tulis. Namun, dia selalu gagal. Tahun 1992 usaha batik keluarga di Karet Pedurenan ini ditutup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Hermawan memindahkan usaha tersebut ke kawasan Cikarang, Bekasi.

Sibuk menyesuaikan diri dengan lokasi baru, setelah tahun 1995 Hermawan baru bisa menekuni eksperimennya untuk membuat alat teknik cetak dua muka (duplex printing). Hanya saja, teknik ini baru bisa digunakan di atas kain yang berukuran 60 cm x 120 cm.

"Ini pun saya sudah senang karena sebelumnya teknik printing dua muka baru bisa diterapkan di atas bahan ukuran 40 cm x 40 cm atau 40 cm x 70 cm," ujarnya.

Tak puas dengan keberhasilan itu, Hermawan mencoba menggunakannya untuk kain berukuran 107 cm x 210 cm, tetapi gagal. Dia terus mencoba, dan selalu gagal. Sampai sekitar Oktober 2005, Hermawan sempat putus asa dan merasa mustahil hal itu bisa dilakukan.

Mulai dengan satu warna

Sekitar Juni 2006, Hermawan kembali ke percobaannya membuat teknik cetak dua muka. "Selama tiga bulan saya mencoba, tapi selalu gagal. Setelah itu, saya baru berhasil membuat alat untuk teknik printing dua muka dengan menggunakan flat screen printing di atas kain ukuran 107 cm x 210 cm. Ini pun hanya bisa satu warna saja," ungkap Hermawan.

Meski baru bisa diterapkan untuk membuat batik dengan satu warna, pencapaian itu membuat Hermawan kembali bergairah. Dia lalu mencoba lagi dengan dua warna, kemudian tiga warna, dan terakhir dia berhasil dengan lima warna.

"Duplex printing punya kelebihan dapat digunakan untuk dua muka. Jadi saya coba lagi dengan warna yang berbeda pada kedua bagian batik, dan ternyata berhasil," paparnya.

Dengan menggunakan alat cetak tersebut dia mencoba membuat batik dengan motif batik tulis dari Pekalongan. Hasilnya tidak mengecewakan.

"Kalau batik tulis aslinya dikerjakan berbulan-bulan dan harganya bisa dari Rp 2 juta sampai Rp 5 juta per kain, dengan duplex printing bisa lebih cepat dan kualitasnya pun bersaing. Meskipun, memang, hasil pewarnaannya lebih terang (muda) dibandingkan dengan warna batik tulis," tutur Hermawan.

Dengan menggunakan teknik cetak dua muka, pengerjaan batik bisa lebih cepat dan harga jualnya juga lebih murah. Dengan alat itu dia bisa membuat dua sampai lima kodi kain batik sehari, yang kualitasnya mirip batik tulis.

"Dengan teknik duplex printing, harga jual kain batik dengan bahan katun primissima, misalnya, bisa ditekan sampai sekitar Rp 100.000 sampai Rp 120.000 per lembar," ujarnya.

Tidak ingin "kecolongan", Hermawan segera mengurus pematenan hasil penemuannya tersebut. Pembuatan batik dengan teknik cetak dua muka (duplex printing) yang menggunakan layar cetak rata (flat screen printing) itu pun segera didaftarkannya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan nomor pendaftaran P. 00200600586.

Menurut Hermawan, teknik duplex printing atau teknik dua muka tak hanya bisa digunakan untuk jenis bahan tertentu. Ia juga menggunakan teknik ini untuk menghasilkan batik di atas berbagai jenis kain, seperti rayon, katun, dan poliester.

Dengan teknik cetak dua muka ini, kata Hermawan, tak berarti ia ingin menyaingi batik tulis. Kecintaannya pada batik yang telah mengisi nyaris sepanjang hidupnya membuat Hermawan berhasrat memberi lebih banyak pilihan agar batik semakin berkembang dan bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

"Batik hasil cetak dua muka ini tak akan menyaingi batik tulis halus. Batik tulis yang dibuat dalam jumlah terbatas itu sangat eksklusif dan sudah punya pangsa pasar sendiri," tuturnya.

FX Puniman Wartawan, Tinggal di Bogor


Reference:

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0705/07/Sosok/3507227.htm

Kompas 07 Mei 2007